Liputan6.com, Jakarta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, Indonesia patut berkaca kepada Jepang yang cakap dalam mengelola bendungan tua dan mengalami penurunan fungsi.
Hal itu ia sampaikan saat berkesempatan mengunjungi Amagase Dam Re-Development Project Tunnel dan Bendungan Yamaguchi, di sela-sela pertemuan 12th High Level Experts and Leaders Panel (HELP) on Water and Disasters Meeting di Tokyo, Jepang.
Di kedua lokasi tersebut, Menteri Basuki mendapatkan penjelasan mengenai teknologi Dam Upgrading yang tengah dilakukan terhadap 21 bendungan di Jepang yang telah uzur dan mengalami penurunan fungsi.
"Dari pengalaman Jepang melakukan Dam Upgrading, kita dapat belajar bagaimana mengoptimalkan fungsi bendungan yang sudah ada. Melakukan Dam Upgrading memiliki kelebihan dibandingkan membangun bendungan baru, yakni tidak diperlukan pembebasan lahan, lebih ramah lingkungan dan waktu lebih cepat," kata dia dalam sebuah keterangan tertulis, Jumat (30/11/2018).
Bendungan serba guna Amagase yang mengalir melintas Perfektur Kyoto dan Osaka ini dibangun dan mulai beroperasi 1964. Bendungan berfungsi sebagai pengendali banjir, pembangkit listrik serta pemasok air baku di kota Kyoto dan Osaka.
Amagase Dam Re-Development Project Tunnel sendiri dilakukan Pemerintah Jepang dengan beberapa tujuan. Antara lain, mengalirkan debit banjir dengan aman, meningkatkan kapasitas tampungan efektif Bendungan Amagase, menjaga outpun daya listrik PLTA tetap tinggi di musim panas, hingga sebagai sarana pengendali banjir.
Sementara di Bendungan Yamaguchi, Menteri Basuki mendapat penjelasan bahwa bendungan ini mulai dioperasikan pada 1934 dengan kapasitas tampung 1,95 juta m3.
Bersama dengan Bendungan Maruyama yang mulai dioperasikan pada 1924 dengan kapasitas tampung 1,48 juta m3, keduanya dibangun untuk menyediakan air baku bagi kawasan metropolitan Tokyo serta beberapa kota di wilayah Saitama.
Menindaklanjuti gempa besar Kobe dengan skala Magnitudo 7,0 yang terjadi pada 1995, dilakukan penguatan tubuh bendungan utama Yamaguchi dan Maruyama. Penguatan dilakukan dengan menambah kelandaian tubuh bendungan baik bagian hulu maupun bagian hilir, dan menambahkan berm serta sistem drainasi di bagian tubuh hilir.
Agar keamanan tubuh bendungan dapat dipantau secara teratur, pada tubuh bendungan utama dipasang alat-alat pemantau percepatan gempa di dasar maupun di puncak bendungan, pemantau tekanan air pori, serta pemantau besar rembesan air di tubuh bendungan.
Penguatan dan pemantauan keamanan waduk-waduk tersebut dilakukan secara ketat lantaran keduanya berada di bagian hulu pemukiman yang sangat padat.
Selain bendungan, Menteri Basuki dan rombongan juga meninjau Kanda River Loop Road No 7 Underground Regulating Reservoir yang dibangun untuk meredam puncak dan mengendalikan banjir dengan memanfaatkan ruang bawah tanah di bawah jalur jalan metropolitan Tokyo sepanjang 4,5 Km.
Pilihan struktur ini diambil karena sangat sukar dan mahal untuk memperoleh Kolam Pengendali Banjir biasa di permukaan pada sungai perkotaan yang mengalir di pemukiman padat.
Reservoir pengendali banjir dibangun pada kedalaman 50 m di bawah tanah, berupa terowongan dengan diameter bagian dalam 12,5 meter dan mampu menampung air sebesar 540 ribu m3.
Reservoir dilengkapi dengan 3 buah Intake yang didesain secara khusus agar air dapat mengalir masuk dengan lancar di Sungai Kanda, Sungai Zenpukiji dan Sungai Myoshoji, serta adanya Menara Ventilasi Udara untuk menghidari hantaman hidraulik (Water Hammer).
Reservoir juga dilengkapi dengan pompa-pompa yang mampu mengosongkan reservoir dalam waktu 48 jam agar reservoir siap dimanfaatkan kembali.
Walaupun menggunakan teknologi yang kompleks dan mahal, namun biaya yang dikeluarkan dapat kembali hanya dalam kurun waktu 7 tahun. Biaya pengembalian dihitung dari nilai kerugian yang mungkin timbul jika terjadi banjir di wilayah Sungai Kanda.
No comments:
Post a Comment